Caption: Ketua Umum HMI Cabang Denpasar dan Ketua Umum HMI Cabang Singaraja. Foto: Istimewa |
Oleh: HmI Cabang Denpasar dan HmI Cabang Singaraja
Konferensi Tingkat Tinggi Group of Twenty (KTT G20) ramai diperbincangkan, mulai dari para aktivis juga para buruh di berbagai tempat. Tidak hanya di Pulau Bali, yang saat ini menjadi tuan rumah dalam kegiatan puncak perhelatan KTT G20. Namun di berbagai penjuru negeri ini. Pro dan kontra terus bermunculan terkait dengan berbagai dampak dari event tersebut, seperti kebijakan-kebijakan dari pemerintah setempat ataupun dampak pragmatis yang didapatkan dengan terpilihnya Indonesia, khususnya Bali, sebagai penyelenggara KTT G20.
Secara garis besar, G20 saat ini membawa tiga isu besar di dalamnya yaitu penguatan arsitektur Kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan. Tiga topik yang masih menjadi polemik di berbagai penjuru dunia, juga bisa dianggap sebagai suatu hal yang harus diselesaikan secara global.
Salah satunya dengan adanya forum G20 ini, dengan diikuti oleh pimpinan 19 Negara dan satu organisasi Uni Eropa, diharapkan mampu untuk melahirkan terobosan baru dan pernyataan sikap yang tegas dengan berbagai permasalahan global yang ada.
Diberitakan disebuah media digital news.google.com, rasio dokter yang dimiliki oleh Indonesia hanya 0,4 per 1000 penduduk. Secara singkat dapat diartikan hanya ada 4 dokter untuk melayani 10.000 penduduk. Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab besar bagi Indonesia untuk mewujudkan penguatan arsitektur Kesehatan. Sehingga sumber daya yang ada, juga berbanding lurus dengan penguatan fasilitas-fasilitas dalam dunia Kesehatan.
Soal transformasi digital, Indonesia masih perlu banyak belajar untuk pengembangan kesiapannya, baik secara pengadaan ataupun penguatan sumber daya manusianya. Masih banyak sektor yang tidak bisa seimbang dengan adanya transformasi ini, seperti adanya e-KTP yang masih ada harus di-fotocopy dalam kelengkapan administratif. Terlebih soal pemerataan internet yang masih jauh dari kata memadai untuk berbagai wilayah di Indonesia, seperti terjadi di pelosok-pelosok negeri yang masih belum mendapatkan akses internet.
Transisi energi hampir menjadi perbincangan alot di setiap forum. Dilematika soal transisi masih menjadi bahan kajian banyak pakar. Hal ini untuk tetap menjaga ekosistem bumi berjalan dengan baik, dan pembaruan cara-cara membangun sebuah sumber energi.
Penggunaan energi fosil yang dianggap jika menggunakan secara terus menerus maka konsekuensinya adalah kerusakan ekosistem, bahkan bisa mengancam terjadinya bencana alam. Namun di sisi lain, untuk mewujudkan energi terbarukan saat ini masih terbata-bata untuk memulainya dengan skala yang besar. Seperti yang sempat disampaikan oleh Nail OConnor dari Stockholm Environment Institute saat kegiatan G20 di Nusa Dua (14/11) Salah satunya cara adalah mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar yang berhubungan dengan energi fosil, sehingga tidak mengganggu ekosistem dan kita bisa lebih mudah untuk melakukan transisi.
Soal energi memang harus untuk menemukan solusi terbarukan, selama bisa menjadikan ekosistem bumi membaik, di tengah-tengah soal isu krisis iklim.
Banyak hal yang dibahas oleh Konferensi Tingkat Tinggi G20, dimulai sejak berbulan-bulan lalu, berbagai event diselenggarakan dari berbagai sektor, seperti dunia Pendidikan, Ekonomi kreatif, Kesehatan mental, dan juga soal agama-agama. Hal ini yang kemudian banyak menimbulkan sudut pandang yang berbeda, tidak heran jika kemudian banyak terjadi pro dan kontra. Namun yang jelas dengan adanya kegiatan G20, banyak sektor yang mendapat keuntungan seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Pelaku UMKM ikut terlibat dalam perhelatan event tersebut. Sekitar 3000 pelaku UMKM, pemilik penyedia akomodasi dengan melibatkan ribuan pekerja di dalamnya, dan juga beberapa sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ini.
Dengan adanya berbagai event dari berbgai sektor sebelum kegiatan puncak Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang akan di mulai pada tanggal 15-16 November 2022, membawa dampak positif terhadap masyarakat sekitarnya. Di mana sebelumnya banyak sektor yang berhenti akibat Covid-19 seperti UMKM, akomodasi, transportasi hingga pariwisata yang mengalami kerugian, kini sedikit demi sedikit sudah mulai membaik.
Dengan adanya KTT G20 Indonesia memiliki peluang besar untuk memulihkan sektor ekonomi, khusunya Bali.
Bagi Pulau Bali setelah ditempa pandemic Covid-19 hampir selama 2 tahun lebih, menjadi bencana bagi perekonomian masyarakat. Pendapatan terbesar yang dimiliki oleh masyarakat Bali ada di sektor pariwisata. Hampir 75% pendapatan perekonomian Bali didapatkan dari sektor pariwisata. Seperti yang bisa dilihat di berbagai tempat yang selalu ramai dengan pengunjung tiba-tiba seperti kota mati dengan hanya beberapa orang saja yang berlalu Lalang.
Event KTT G20 memberikan udara segar untuk pertumbuhan ekonomi dengan hadirnya para delegasi yang tiap negara bisa ditaksir mencapai 200 delegasi yang terlibat. Pertumbuhan ekonomi mulai merangkak naik dan hampir mencapai pada titik normal kembali.
Event KTT G20 ini menjadi tempat banyak harapan masyarakat untuk dapat mewujudkan kebijakan-kebijakan yang dapat berdampak positif, bukan cuma Indonesia atau Bali khususnya tetapi dalam skala global maupun internasional. Tidak hanya menguntungkan beberapa pihak, tamun juga dapat mewujudkan ekosistem yang berkelanjutan dan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
Bersama mengawal KTT G20 untuk Bali pulih lebih cepat, Indonesia tumbuh lebih kuat.