Dualisme HMI merupakan sinyal menjauhnya kader HMI dari nilai identitas perjuangan. Seharusnya, konstitusi menjadi aturan main yang harus ditaati oleh setiap kader, untuk menjaga keteraturan aktivitas organisasi.
Organisasi sebesar HMI mungkin sangat terbiasa dengan dinamika, terutama perbedaan pandangan dan permasalahan. Sebab, dinamika merupakan proses yang memberikan pendewasaan bagi kader HMI. Namun, yang harus digaris bawahi jangan sampai dinamika yang muncul tidak mampu diselesaikan sehingga tidak menciptakan resolusi konstruktif, tapi justru destruktif. Jika sudah seperti ini, dekadensi perjuangan HMI akan terjadi.
Semakin besar HMI berdiri, dinamika pun semakin tak beraturan. Lahirnya konflik dualisme di tubuh HMI, menunjukan HMI seolah tidak lagi menjadi organisasi perjuangan mahasiswa, perjuangan Islam dan perjuangan Indonesia.
Perjuangan bergeser pada wilayah yang sangat tragis yaitu ego kekuasaan. Ego kekuasaan inilah yang kemudian membentuk persaingan-persaingan yang lebih kompetitif antar kader, sikut kanan sikut kiri, dorong ke depan tarik ke belakang, sehingga ruang-ruang HMI menjadi ruang-ruang transaksional—black market, menjauh dari nilai-nilai luhur perjuangan.
Barangkali ingin menemukan sosok terbaik, tapi nyatanya mekanisme konstitusi ditinggalkan, maka wajar kadang chaos menjadi alasan, "Democracy without rule of law, resulting criminal democracy," ujar Prof. Jeffrey Winter.
Dualisme di HMI bukan hal yang baru, tapi sudah menjadi habit, inilah preseden buruk dalam tubuh HMI. Efek dualisme tentu akan mempengaruhi semangat juang bahkan pesimisme berorganisasi dengan beragam konflik seidiologis.
30 tahunan yg lalu, tepatnya pada tahun 1986 terjadi pembelahan yang sangat dahsyat hingga akhirnya dengan terseok HMI membelah dirinya lahirlah HMI MPO dari badan HMI itu sendiri.
Kini pun, terjadi reinkarnasi events, di mana tak henti-hentinya HMI mengulang dangerous history dari tingkat pengurus besar sampai dengan tingkat cabang. Bagaikan Ular Berkepala Dua dalam satu tubuh. Bila telah terjadi seperti ini, maka akan saling salah menyalahkan dan saling claim kebenaran.
Bermula dari kepentingan yang tidak sampai, perbedaan pandangan, hingga persoalan teknis kadang kala dipersoalkan hanya untuk menu kekuasaan bahkan rela mengenyampingkan aturan main organisasi. "In the power, three are no true friends, no eternal enemies, only interested,” demikian yang diucapkan William Clay.
Namun, yang mesti ditekankan bersama adalah bahwa suatu saat akan muncul sosok kader yang akan mempersatukan HMI. Inilah Lafran Fane jilid dua, yang akan mengembalikan HMI pada rel konstitusi, mengembalikan makna berteman lebih dari bersaudara.
Kita tidak mengetahui siapakah sosok tersebut, apakah Saya? Anda? Adinda kita? atau anak dan cucu kita. Setidaknya, optimisme ini terbangun agar misi para pemimpin-pemimpin HMI kedepan adalah misi persatuan.
Selamat Milad Himpunanku.
Panjang Umur Perjuangan.
Penulis: Ari Permadi, Kader HMI Cabang kotabumi