Mencari-Mu, Yang Tak Mungkin Menutup Telinga
- Covid-19
Ketika aku mencari-Mu, Orang-orang tak ada di mana pun.
Meninggalkan toko-toko, kampus, rumah-Mu dan juga kucing-kucing liar.
Sunyi telah merebah di tempat-tempat yang kulalui.
Banner-banner peringatan terpasang,
Kematian bertengger pada bambu yang saling silang menutup gang.
Semenjak Lockdown; ayat-ayat yang pernah loncat dari toa rumah-Mu,
Tergelepar kaku. Di lima waktu,
Lirik adzan terganti. Sewaktu ketakutan terus berkelana di jalanan
Orang-orang telah mengemas cemas,
Memindahkan kota ke dalam kamar,
Pintu-pintu rumah rapat tertutup, dan lupa,
Diri-Mu siapa?
Adalah Yang tak mungkin menutup telinga
Dari doa-doa yang menjerit, yang saban hari makin berjejal-berdesakan di gerbang syurga.
Dan aku,
Masih mencari-Mu pada tiap tetes air mata.
Di Taman
Aku duduk di taman menyaksikan;
Monokrom
Di ujung subuh
Lampu jalan masih menyala
Cahayanya mengusap wajah seorang lelaki tua
Yang duduk di sajadah dengan dada gempa,
Ia menatap monokrom
Yang tersandar di dinding kusam
Dan teringat; Kembang kamboja yang gugur
Bersama embun yang terbujur di nisan tua itu
Kemudian,
Ia menghidupkan kata-kata
Menerbangkannya lewat fentilasi,
ke batu-batu, daun-daun, ke langit ketujuh.
Penulis: Dhimas Alghifari, bukan penyair ulung. Seorang yang (mungkin) sedang rajin-rajinnya memungut kata-kata.