Omnibus Law : Tiang Gantung Bagi Pekerja

Senin (16/3/2020), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA), OKP Cipayung, Organisasi Angkatan Darat (ORGANDA), dan BEM Universtas turun kejalan untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi rakyat, khususnya terkait dengan masalah RUU Cipta Kerja yang kontroversial dalam proyek Omnibus Law di depan Istana Negara. 

Gerakan yang berada dalam Aliansi Rakyat Bersatu (ARB) ini menuntut agar Pemerintah dan DPR tidak mengsahkan RUU tersebut. Penolakan akan RUU CILAKA ini berdasarkan kajian-kajian akademis yang dilakukan jauh-jauh hari melalui diskusi maupun konsolidasi.

Dalam RUU Cipta Kerja itu sendiri memuat berbagai macam pasal yang bermasalah khususnya dalam kluster Ketenagakerjaan. Mulai dari hubungan kerja, waktu kerja, pengupahan, PHK dan Pesangon, dan tenaga kerja asing.

Misalnya dalam hubungan kerja Pasal 59 UU ketenagakerjaan, tentang perjanjian kerja waktu tertentu atau kerja kontrak ‘dihapus’ juga pasal 56 yang diubah menyatakan bahwa pekerja kontak bisa diperkerjakan untuk segala jenis pekerjaan, tanpa batasan waktu status kontrak.

Hal ini sangat merugikan para pekerja, karena tidak mendapatkan kepastian kerja yang tetap dan sewaktu waktu bisa saja di pecat/diberhentikan secara sepihak oleh perusahan.

Sementara perubahan pada pasal 93 menghapus kewajban pengusaha untuk tetap membayar upah pekerja meski berhalangan karna haid hari pertama, menikah, mengkhitankan, membaptiskan, melahirkan, atau karena keluarga meninggal. Maka di mana letak rasa kemanusiaan jika pekerja di perlakukan tidak lebih sebagai mesin dan hewan ternak yang hak dan kebebasannya dirampas oleh kaum kapitalis busuk melalui tangan pemerintah dan DPR.

Aturan yang paling cilaka adalah mengenai upah/gaji. Karna menghapus upah minimum kota (UMK) dan upah minimum sectoral (UMS). Padahal, di beberapa daerah UMK/UMS bisa lebih tinggi dari upah minimum provinsi (UMP). Misalnya daerah Bekasi dan Karawang yang UMK bisa sampai 4,5 juta sedangkan UMP Jawa Barat hanya sebesar 1,8 juta.

Jika RUU Cipta Kerja ini disahkan, maka para pekerja di Karawang dan Bekasi harus mengikuti UMP Jawa barat dari yang sebelumnya pekerja mendapat upah 4,5 juta hanya akan mendapat 1,8 juta saja. Ini karna di ubahnya Pasal 88 ayat 2 dan 3 UU ketenagakerjaan bahkan lebih jauh kenaikan upah minimum hanya akan berdasarkan pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan inflasi.

Majelis pekerja buruh Indonesia mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja ini harus mengandung 3 prinsip yaitu; prinsip Job Security (kepastian kerja), Social Security (jaminan social), dan Income Security (jaminan pendapatan). Namun, dalam rencana pembaharuannya, ternyata RUU Cipta Kerja ini tidak terdapat tiga prinsip itu seperti dalam pasal-pasal bermasalah yang saya uraikan di atas.

Investasi menjadi alasan utama pemerintah kenapa begitu memprioritaskan RUU Cipta Kerja Omnibus Law ini. Kita harus kritis dalam melihat ini apakah benar-benar karna investasi atau ada agenda kapitalis dan persekongkolan jahat dibaliknya? Jika kita murujuk pada data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), jumlah investasi di Indonesia terus naik meski pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5%. Maka tanpa adanya RUU Cipta Kerja Investasi sudah banyak masuk di Indonesia.

Sementara, menurut Faisal Basri selaku pengamat ekonomi, pertumbuhan investasi tahun 2018 hingga 2019 lebih tinggi dari China, Brazil, Malaysia dan Afrika Selatan dan masalah utama penghambat investasi di Indonesia adalah korupsi. Seharusnya yang lebih di prioritaskan adalah membuat investasi lebih berkualitas dan berorientasi pada kepentingan rakyat bukan hanya menarik investasi lebih banyak, tapi hanya menguntungkan pengusaha dan pemeritah, namun membuat rakyat semakin menderita.

Maka pertanyaan besarnya, apakah omnibus law mampu menjadi solusi untuk kemajuan ekonomi atau malah menjadi permasalahan baru yang semakin memperlebar jarak antara pengusaha dan pekerja dalam relasi industri? Jawabannya adalah TIDAK, dari berbagai pasal kontrovesial jelas bahwa RUU ini justru malah akan menjadi awal kehancuran bagi para pekerja, maka Omnibus Law menjelma menjadi tiang gantung yang kapanpun bisa membunuh para pekerja.
#HidupMahasiswa
#HidupRakyatIndonesia
#GagalkanOmnibusLaw

Penulis : 
Aril Purnama
Kader HMI Cabang Jaksel.
Lebih baru Lebih lama