Semua bermula pada suatu petang usai aksi harian Dolan, Jalan-jalan ngukur jalan dengan Style modern. Dolan menuju kafe, tempat biasa ia menyendiri. Memang hari yang beruntung, dibawah kerlip lampu hias, di ujung ruang kafe. Seorang tokoh pahlawan nasional duduk. K.H. Ahmad Dahlan. Kemudian Dolan menghampirinya.
“Loh, Pak Haji Dahlan? Boleh berbincang sebentar?” sapa Dolan.
“Boleh, Mas. Seperti yang dikenal banyak orang. Saya, Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwisy adalah salah satu tokoh pahlawan nasional. Saya merupakan salah seorang penggagas persyarikatan Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah. Kalau sampean, Mas?”
“Nah, kalau saya biasa dipamggil K.H.A. Dolan (Ketua Hedonis Agan Dolan), Sebut saja Dolan. Saya pemimpin yang kebanyakan mereka menyebut saya DoLan, Hedon Lanang (hedon laki-laki). Kata “Dolan” berasal dari bahasa jawa yang berarti “main”. Saya mengemban tugas sebagai Ketua Persatuan Mahasiswa (KPM) Fakultas Ilmu Pendidikan se-Kota Metro. Ndak usah di puji, Pak. Udah biasa di puji, hehe.”
“Hehe, iya, Mas. Saya lahir tahun 1868 di Yogyakarta."
“Wah, kalau saya 18.30, Pak. Habis maghrib di dukun beranak, hehe.” Canda Dolan coba mengundang tawa sembari melirik kentang goreng, “apa ini, Pak? Nyicip ya...."
“Bisa saja Mas Dolan. Silahkan. mungkin bisa diceritakan awal muasal panggilan Dolan?”
“Bisa, pak. Satu bulan lalu setelah saya dilantik menjadi KPM, sebutan Hedon kerap saya terima. Karena suatu alasan, di mata orang lain badan gagah ini dipandang sebelah mata, mereka bilang saya sering melalaikan tugas dan kewajiban sebagai ketua. Saya lebih peduli isi perut, shoping, klubing, dan kesenangan diri lainnya ketimbang anggota yang saya pimpin...."
“Lalu?”
“Hedonisme menurut salah satu filsuf Yunani Epikuros, merupakan tindakan manusia dalam mencari kesenangan, tidak hanya badani tetapi juga rohani yang mencakup kebebasan jiwa dari keresahan.”
“Iya, saya sudah baca di WikiMedia."
“Kadang, kalau curcol gini, saya suka berpuisi. Boleh, Pak?”
“Wah, keren. Boleh, Mas.”
“Kita perlu menyendiri di suatu tempat
Gunung, Tepian pantai, utamakanlah cafe (favorit saya)
Kita perlu menenangkan diri dari para anarkis, para fasis
yang ber-angan lengsernya seseorang dari kursi jabatan tertinggi
Sampai suatu waktu,
Ketika ketakutan akan jatuh semakin padang
Rembulan bulat sempurna dan gemintang,
menghiasi kelam malam selepas hujan.
Angin bertiup, menghantarkan sebutan-sebutan orang, paling kejam
Menjelma kenangan, tepat mendarat
Pada piring diatas meja tempatku mengambil kentang
Atau mendarat di pipi
Sebagai tamparan kepadaku yang lupa visi dan misi”
“Wah, prok,prok,prok”
“Dan saya temukan sebuah kutipan dari Jean Paul Sartre dalam bukunya Filsafat Eksistensialisme ‘L’autre, orang lain adalah dia yang mengurangi ruang kebebasan manusia untuk menentukan dirinya sendiri'.”
“Sudah malam, Mas. Saya mau pulang."
“Owalah, yasudah, Pak. Sampai ketemu di lain waktu” kata Pak Dolan.
K.H. Ahmad Dahlan dan Dolan berpisah. Cukup Dolan menunggu waktu sampai datang hari keberuntungannya lagi untuk bertemu dengan keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim yaitu Muhammad Darwisy atau akrab dipanggil K.H Ahmad Dahlan.
Menyambung percakapan yang belum usai,
Kutipan dari Jean Paul Sartre tentang tatapan orang lain, Dolan jadikan tameng sekaligus senjata pamungkas untuk bertahan dari tatapan orang lain. Menurut Dolan, kacamata orang lain adalah awal mula kejatuhan eksistensinya sebagai sel paling kuat sebelum manusia terbentuk.
Dan Dolan telah memilih menjadi tuli agar tak mendengar ucapan orang lain, menjadi buta agar tak melihat tatapan orang lain. Tapi tidak untuk bisu, ia masih butuh mulutnya untuk be-Retorika seperti kemarin setelah dipilih.
“Bahwa, pemimpin adalah mereka yang rela mengorbankan waktu, tenaga, menguras air mata demi anggotanya. Semangat!”
Itulah yang diungkap Dolan dalam pidatonya pada acara pelantikan pengurus Persatuan Mahasiswa satu bulan lalu.
Apakah sebuah kesalahan jika dalam diri seseorang tertanam secuil hedonis? Tidak! Itu hak masing-masing. Yang kurang tepat (mungkin) adalah sikap acuhnya sebagai jajaran tertinggi dari persatuan mahasiswa. Sikap yang bertolak dengan janji sebelum jadi, terobsesi untuk duduk sampai lupa ambisi.
Mungkin sedang lelah. Siapa tau esok, Ketua Hedon Agan Dolan beralih jadi Ketua Hebat Agan Dolan? Entah. Semoga mau membuka mata dan telinga, melihat makin retak, makin sedikitnya anggota dan mendengar jerit resah kehilangan saudara.
Menyambung percakapan yang belum usai,
Kutipan dari Jean Paul Sartre tentang tatapan orang lain, Dolan jadikan tameng sekaligus senjata pamungkas untuk bertahan dari tatapan orang lain. Menurut Dolan, kacamata orang lain adalah awal mula kejatuhan eksistensinya sebagai sel paling kuat sebelum manusia terbentuk.
Dan Dolan telah memilih menjadi tuli agar tak mendengar ucapan orang lain, menjadi buta agar tak melihat tatapan orang lain. Tapi tidak untuk bisu, ia masih butuh mulutnya untuk be-Retorika seperti kemarin setelah dipilih.
“Bahwa, pemimpin adalah mereka yang rela mengorbankan waktu, tenaga, menguras air mata demi anggotanya. Semangat!”
Itulah yang diungkap Dolan dalam pidatonya pada acara pelantikan pengurus Persatuan Mahasiswa satu bulan lalu.
Apakah sebuah kesalahan jika dalam diri seseorang tertanam secuil hedonis? Tidak! Itu hak masing-masing. Yang kurang tepat (mungkin) adalah sikap acuhnya sebagai jajaran tertinggi dari persatuan mahasiswa. Sikap yang bertolak dengan janji sebelum jadi, terobsesi untuk duduk sampai lupa ambisi.
Mungkin sedang lelah. Siapa tau esok, Ketua Hedon Agan Dolan beralih jadi Ketua Hebat Agan Dolan? Entah. Semoga mau membuka mata dan telinga, melihat makin retak, makin sedikitnya anggota dan mendengar jerit resah kehilangan saudara.
___________________
Tentang Penulis: Dhimas Alghifari,
Menempuh pendidikan di STKIP PGRI Metro.
Hobi:-
Quotes: ketika kau bernafas, ketika jantungmu berdegub, berarti kau hidup.
Tentang Penulis: Dhimas Alghifari,
Menempuh pendidikan di STKIP PGRI Metro.
Hobi:-
Quotes: ketika kau bernafas, ketika jantungmu berdegub, berarti kau hidup.
Tags:
Cerpen