Revolusi Industri 4.0 VS Narasi Perjuangan Yang Nihil


Penulis: Alfath.

LAPMIMETRO.OR.ID - Gandrung akan keabsrudan yang nihil nilai.

Kita boleh membayangkan tentang banyak hal. Apapun itu, termasuk kehidupan seorang mahasiswa yang kesurupan jiwa aktivis kaliber Soe Hoek Gie. Tapi bukan tentang tiga kekasih kecil-kecilan dan pernak-perniknya yang diungkap Majalah Tempo.

Kita lagi-lagi boleh membayangkan tokoh utama sedang kebingungan. Ia rasa mahasiswa kebanyakan hari ini sedang mabuk. Mereka menjual kalimat-kalimat ideal serta narasi perjuangan yang hanya henti di kerongkongan demi isi perut dan kelamin; juga kedudukan dan gaya hidup.

Sekarang, keheranan tokoh utama kita terus berlanjut di zaman milenial, yang justru mengantarkan mahasiswa untuk duduk mesra bersama hedonisme. Mahasiswa kehilangan fungsi dan perannya. Mungkin karena sibuk mereinkarnasi narasi perjuangan ke dalam atmosphere diskusi yang glamor dan berjarak dengan tema (kebanyakan, temanya doang yang berbobot). Dan, sibuk untuk sekadar nongki-nongki, foya-foya, serta pemujaan terhadap dunia perkuliahan yang sebatas simbol. Loe kuliah; gua juga.

Tokoh utama kita akhirnya ngakak melihat gaya hidup latah di kalangan mahasiswa yang mendaku diri sebagai aktivis. Perilaku latah itu semata-mata karena mengharapkan suatu yang paling rendah, yakni pengakuan dari lain orang.

Tak lama dari itu, tokoh utama kita--yang kesurupan narasi juang Soe--itu menjejaki zaman Revolusi Industri 4.0. Kemajuan zaman yang ditandai dengan hadirnya super komputer, robot cerdas, dan kendaraan tanpa awak itu ternyata tidak diimbangi dengan kehangatan bermasyarakat yang majemuk dalam kerangka kemanusiaan. Dan, nyatanya, mahasiswa semakin menjadi-jadi, bahkan semakin karib dengan sikap hedonnya yang sekadar haha-hihi serta hura-hura. Gandrung akan keabsrudan yang nihil nilai.

Mahasiswa semakin menjadi mesin. Tentu abdinya hanya terhadap dosen, transkip nilai, serta janji-janji yang meninabobokan semata. Lalu, tokoh utama kita bertanya di secuil hatinya: masihkah berharap mampu bersaing di Revolusi Industri 4.0?

Dan tokoh utama kita kini berdeham.

Ia mendapati banyak perusahaan transportasi gulung tikar dilibas kemajuan zaman yang ekstra canggih. Kehadiran perusahaan Grab, misalnya, yang menjadi primadona konsumen sebab kemudahan yang ditawarkan. Meski kembali harus diakui bahwa kini Grab kalah pamor dari pesaingnya Gojek. Bagaimana tidak, Grab banyak memutus mitra kerjanya, disinyalir koleps.

Hal tersebut seakan mengaminkan bahwa pergerakan yang statis akan dilibas habis oleh gerakan yang lebih dinamis. "Lalu di mana posisi mahasiswa, yang mendaku aktivis itu?" tanya tokoh utama kita di tengah kecarutmarutan.

Kembali tenggelam ternyata tokoh utama kita dalam hegemoni sejarah. Akankah mahasiswa kembali ambil andil membarengi langkah kemajuan zaman? Memperjuangkan napas kemerdekaan yang berhak dinikmati setiap individu.

Dan pada akhirnya kita harus kembali pada kenyataan. Mempertanyakan apa yang direnungkan tokoh utama kita dalam catatan singkat ini pada telinga aktivis. Semoga tiada kebutaan di antara kita.


_____
Tentang Penulis:
Alfath merupakan mahasiswa UM metro, tegabung di HMI, demisioner Kabid PTKP Komisariat Hukum HMI Cabang Metro. Dan kini menjabat sebagai Gubernur Fakultas Hukum UM metro

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama