Oleh: M. Misaf Khan
Rasanya tak asing ketika mendengar salah satu organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia. Organisasi yang secara utuh pernah fokus dengan pembenahan ideologi pada masyarakat yang telah terjangkit paham komunis serta meluruskan keyakinan yang salah di masyarakat tentang ke-Islaman. Di luar itu, organisasi tersebut juga fokus pada pembangunan mentalitas masyarakat yang telah dijajah Portugis selama 63 tahun, dijajah Belanda kurang lebih selama 350 tahun lamanya, setelahnya bergulir kembali dijajah oleh Jepang dalam kurun waktu selama 3,5 tahun. Sampai pada akhirnya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, Sang Revolusioner Soekarno, Presiden pertama yang diakui dunia menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), berdiri pada 05 Februari 1947. HMI dirumuskan oleh Lafran Pane, Karnoto Zarkasy, Dahlan Husein dan beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang telah berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarja. Dalam proses perumusan berdirinya, HMI telah banyak menuai penolakan dari berbagai kalangan, seperti Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPI), dan Pelajar Islam Indonesia (PII). Walaupun sampai hari ini masih banyak kontrofersi mengenai latar belakang penghambat berdirinya HMI.
Dalam perjalanannya sampai hari ini, telah banyak tokoh-tokoh luar biasa yang lahir dari rahim HMI. Seperti Nurcholis Majid, Akbar Tandjung, dan Egy Sudjana. Nama-nama tersebut merupakan segelintir dari orang-orang yang pernah mengikuti proses di HMI. Hal tersebut menggambarkan bahwa proses pembelajaran di HMI sudah terbukti benar-benar berhasil mencetak orang-orang yang memiliki peran penting dalam mengemban amanah serta memegang kepercayaan masyarakat.
Sesempurna-sempurnanya kopi, pasti memiliki sisi pahit yang tak bisa dihilangkan darinya. Kutipan tersebut merupakan kata-kata yang paling mewakili dalam menjelaskan gambaran warna di himpunan. HMI telah banyak melahirkan tokoh-tokoh luar biasa, tapi di sisi lain, tak dapat dipungkiri pula, banyak orang-orang yang pernah lahir di HMI melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti contoh melakukan korupsi atas hak masyarakat banyak, oknum semacam ini tipikal manusia yang sudah kebal api neraka, juga memiliki ilmu kanuragan yang sudah melangit. Sangat kontras, manusia hidup di daratan namun memiliki sifat langit.
Banyak faktor yang melatarbelakangi kemunduran HMI, diantaranya kader kekinian tidak bisa mengimbangi jejak para pendahulu yang memiliki sifat visioner sebagaimana dilakukan pemrakarsa pendiri HMI dan para penerusnya, kurangnya pengetahuan anggota tentang khasanah ke-HMIan dan ke-organisasian, belum optimal-nya pemahaman dan penghayatan ajaran agama Islam di kalangan anggota dan pengurus. Satu hal yang paling vital, HMI telah kehilangan basis intlektual di kampus-kampus eksklusif di negeri ini. Mengingat jantung pengkaderan HMI yang terletak pada kultur diskusi serta follow up pengkaderan tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan lebih menonjolkan kegiatan yang hanya berjalan sebatas hegemoni dan seremoni belaka. Masih banyak hal lain, seperti pertarungan langit antar senior yang gila jabatan tanpa menggunakan akal sehat, sehingga mengakibatkan ketumpulan pada ujung tombak. Hal tersebut juga yang telah mencemari kebun hijau nan rindang ini. Belum lagi persoalan pelik masalah kepercayaan di antara kita, ketika bersua di teras sambil ngopi, kita bersi tatap kaku saling curiga satu antar lain dengan mengatasnamakan perjuangan yang tidak jelas arahnya. Ada pun masalah antar kelompok satu dengan yang itu karena perbedaan pendapat serta asumsi-asumsi yang tak sempat lagi kita hidangkan dan nikmati bersama, hingga pada akhirnya menjadi bau busuk yang menyengat sepanjang sejarah. Demikianlah sedikit gambaran tentang penyimpangan yang kita lakukan, saling menzolimi, yang tanpa disadari kita telah membakar ukhuwah di atas ego golongan.
Tidak perlu sampai lima tahun kedepan menunggu rumah ini hancur. Setahun mendatang, jika kita tidak sigap menyiapkan dan menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan yang dinamis, himpunan ini akan hancur. Tidak ada lagi kehidupan di kebun yang semula hijau, semua telah usai, tidak ada lagi mimpi-mimpi yang akan kita rawat bersama, masa depan HMI sebagai pencipta telah berakhir, hanya cerita sejarah yang akan kita damba.
Kejadian semacam ini menjadi bagian dari sebuah perjalanan panjang di mana kita harus berbenah dan mewawas diri, mengetahui cara yang benar untuk memperbaiki reputasi adalah kunci utama, apa lagi jika kita ingin menjadikannya lebih baik lagi.
Hari ini kita telah banyak melakukan ketelodoran dalam memaknai pengkaderan, karena dalam pengkaderan, pencapaian pertama yang harus berhasil kita lakukan adalah menciptakan hubungan yang mesra antar sesama anggota. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan ketika kita bersama, minimal ketika bersama semuanya akan terasa mudah, bersama-sama memikul beban demi tujuan mulia. Saling merasa atas keluh kesah yang dirasa, dan bersama menuntaskan segala keresahan demi terciptanya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah ta'ala.
Langkah yang bisa diambil untuk mengorganisir adalah dengan mempelajari situasi. Sebelum bergerak, minimal kita harus tahu apa dan siapa yang kita hadapi. Perhatikan dengan jujur, bagian mana yang akan terkena dampak, lalu lihat, seberapa serius dampak tersebut, dan peran apa yang mungkin telah kita mainkan. Cobalah melihat situasi dari perspektif orang lain dan jangan mudah mengambil kesimpulan yang siafatnya sepihak. Begitu kita memiliki gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan, pisahkan apa yang dapat dikontrol dan mana yang tidak. Kita tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain katakan, tapi kita bisa mengendalikan tindakan diri sendiri. Fokuskan usaha mana yang yang bisa kita lakukan secara positif dan efektif. Jangan sia-siakan energi pada hal-hal yang berada di luar kendali anda.
Hal penting lainnya adalah sesegera mungkin meluruskan jika terdapat kesalahpahaman. Dalam beberapa kasus, citra baik antar anggota bisa diakibatkan adanya isu, kebohongan, dan informasi yang salah. Jika kita tidak bersalah atas sebuah kesalahan, mulailah mengontrol keadaan ini dengan membereskan kesalahpahaman tersebut. Secara pribadi melakukan pendekatan persuasif kepada sesama anggota yang keliru, lalu klarifikasi dengan menjelaskan situasinya. Jangan pernah berfikir masalah akan selesai dan menghilang secara ajaib dengan terus menghindari pembicaraan, karena itu akan berdampak pada keliaran imajinasi seseorang dan masalah tersebut akan semakin mencekam.
Mengakui kesalahan bukan suatu perbuatan hina, apa lagi sampai menurunkan derajat seseorang, mulailah untuk menjunjung tinggi nilai kejujuran dan tanggung jawab. Meskipun pahit dan sangat menyakitkan untuk mengakuinya, ada kalanya mengakui kesalahan dapat membuat kondisi menjadi lebih baik. Kesampingkan segala ego, karena sebaik-baik perbuatan adalah yang melebihi kepentingan pribadi.
Harapan besar penulis, narasi ini bisa menjadi bahan refleksi dan koreksi kita bersama menyambut keberlangsungan dalam proses HMI ke-depan dengan sama-sama dewasa menghadapi polemik yang ada. Mulailah berfikir bijak dan moderat, dengan begitu mimpi HMI sebagai instansi pencetak insan cita ini mampu menjadi Harapan Masyarakat Indonesia (HMI) sebagai pengabdi yang bernafaskan Islam dalam setiap langkahnya.
____
Tentang Penulis:
M. Misaf Khan adalah kader HMI Cabang Metro.
Tentang Penulis:
M. Misaf Khan adalah kader HMI Cabang Metro.
Tags:
Opini