Fragmen Kehidupan; Tahun Yang Memerihantinkan


Oleh: Tyas Amara Riadi

Gong sudah dibunyikan. Begitu pendek lakon.
Begitu panjang menunggu
sampai selesai permainan.
-- Perihal Waktu, Sapardi Djoko Damono.

Lewat puisi Perihal Waktu, kita bisa sama-sama lihat alangkah singkat waktu. Begitu juga kamu, dan barangkali aku. Lewat penggalan puisi Sapardi itu, kita sama-sama tangkap; sebuah ritual yang karib, menunggu.

Apa yang kita tunggu? Atau, boleh jadi, kalimat tanya seperti itu malah tidak pantas dimuntahkan tuk lahir sebagai pertanyaan. Sebab, kita hanya lakon (tokoh).

Kita tidak benar-benar benar merdeka. Karena kemerdekaan yang milik kita hanya diberikan saat sang sutradara meneriaki tuk memainkan peran.

Dalam beberapa kasus memang kelakonan manusia hari ini hanya ditentukan oleh gab sosial. Kesenjangan yang sengaja dirawat oleh kelompok-kelompok, yang menolak untuk bersatu.

Perihal lakon dan kelompok yang menyutradarai ini sempat saya bincangkan bersama Ads (baca: a-de-es). Seorang teman yang menempa mentalnya tuk berkhidmat sebagai relawan (kadang rela kadang melawan). Dan, ia setuju bahwa kesenjangan lengkap dengan hiruk-pikuknya itu sengaja dirawat. Sengaja diciptakan dan ada yang mendalangi.

Sementara waktu selalu kita ilhami sebatas alat hitung satuan momentum yang terus berjalan. Momen di mana kita sama-sama berpandangan dalam tangis, tertawa, terbahak, atau saat menjadi orang lain. Dan kita kini berhadapan dengan momen pergantian tahun. Begitu cepat momen dalam kehidupan berlalu.

"Akhirnya kita kembali sadar," kata Ads, "tidak ada yang abadi. Begitupun waktu."

Dari Ads, gong yang dibunyikan dalam puisi Sapardi bisa saya baca sebagai waktu yang mengalir, yang menetapkan batas antara tokoh utama dan 'jam manggung'. Sekaligus menjadi momentum. Sama seperti pemaknaan pergantian tahun.

Pergantian tahun yang selalu menjadi tolok ukur dari rangkaian perjalanan hidup, entah itu dibungkus sebagai refleksi atau resolusi. Tapi ada yang tidak bisa dipisahkan dan ditempatkan jauh dari waktu. Waktu tidak akan pernah menjadi menarik untuk direnungi sebagai kebiasaan (rutinitas itu-itu saja) yang telanjang. Untuk itu, boleh jadi,  lakon diperlukan. Boleh jadi, untuk kemenarikan sebuah renungan, maka lakon dipertahankan.

Di antara batas akhir tahun 2018 sekarang, yang juga menjadi batas awal tahun 2019, kita merekam kejadian bencana besar di negeri ini. Bencana yang melanda Lombok, Palu dan juga tsunami di Selat Sunda. Korban-korban boleh jadi merupakan pemeran utama yang gugur. Dan bunyi gong menjelma sebagai bencana. Sebagai 'waktu' pulang dan istirahat. Sekaligus meringkas dan meringkus lakon (sebagai kisah) dari panggungnya (meski memulai kisah baru bagi para manusia yang peduli akan sesamanya).

Atau kita akan merenungi wajah himpunan, satu tahun ke belakang. Mulai dari sikap tegas Eks Ketua Umum PB HMI, Respirator Sadam Al Jihad, yang mengajak seluruh elemen organisasi bersikap netral dalam helatan Pilpres 2019 mendatang akan tetapi fotonya sebagai ikon HMI terpampang 'akrab' di acara salah satu pasangan calon. Hingga desas-desus dugaan tindakan amoralnya menjadi alasan atas keputusan di Rapat Harian PB HMI untuk memberhentikannya sebagai ketua umum.

Boleh jadi, pada fragmen kehidupan, Sadam harus buru-buru berhenti dari pemeran utama.

Tapi,
Begitu panjang menunggu
sampai selesai permainan.
Lanjut Sapardi dalam puisinya tersebut seakan karib dengan segala peristiwa hidup, bahwa mesti menunggu sampai selesai permainan. Entah kedukaan atas terjadinya bencana yang dengan kita tunggu tuk usai, atau kita sedang menunggu usainya permainan 'sutradara' berbalas manuver di internal himpunan? Entahlah!

Saya malah ingin sekali mendengar Ads membacakan puisi Gus Mus, Selamat Tahun Baru Kawan. Pasti dengan sangat bersemangat ia akan membacakannya: Kawan, sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk, memandang diri sendiri....

_____
Tentang Penulis:
Tyas Amara Riadi merupakan mahasiswi  F-KIP Univ. Muhammadiyah Metro. Selain aktif sebagai mahasiswi, ia mendapat amanah sebagai Bendahara Umum LAPMI HMI Cabang Metro Masa Juang 2018/2019

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama