Laut Memisah
Karya: Yogi Wahyudi
Karya: Yogi Wahyudi
***
Tuhan, pernahkah Engkau merindukan seseorang?
Pernahkah Engkau tidur kehujanan di atas terpal?
Pernah merasakan takut dan menjadi pengemis?
Dimana keadilan-Mu kepadaku?
Maaf Tuhan jika aku terlalu kasar berkata seperti tak punya iman. Namun, berlakukah dosa itu kepadaku? Lelaki berumur 9 tahun yang Engkau beri takdir untuk tetap hidup setelah kejadian itu.
Hari ini Aku harus berterimakasih kepada Tuhan atas hidupku. Terimakasih juga atas rumah yg telah digusur-Nya, sampanku yang telah hancur, jaringku yang hilang, dan terimakasih sudah menjemput ibu dan buya(ayah)ku pada minggu malam kemarin. Tapi kenapa ibu dan buyatidak sempat berpamitan?
Hari ini Aku harus berterimakasih kepada Tuhan atas hidupku. Terimakasih juga atas rumah yg telah digusur-Nya, sampanku yang telah hancur, jaringku yang hilang, dan terimakasih sudah menjemput ibu dan buya(ayah)ku pada minggu malam kemarin. Tapi kenapa ibu dan buyatidak sempat berpamitan?
23 Desember 2018 adalah hari yang sangat berharga. Karena airmata Aku anggap sebagai hal yang tak murah kujual. Aku di didik buya menjadi anak yang keras, sekeras batu karang dan pantang menangis meski selalu di terjang ombak.
***
***
"Ibuk....Buya sudah pergi melaut belum?" tanyaku dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya dari tidur.
"Sabar, Nak, kamu istirahat saja dulu. Lukamu masih di obati," ucap wanita yang tak kukenal sebelumnya.
Aku merasa asing mendengar jawaban dan suara itu. Setelah ku buka mata dengan penuh kesadaran ternyata ini bukan rumahku. Dia pun bukan ibuku. Ibuku tak punya pakaian putih dengan logo tambah (+) berwarna merah di dadanya.
"Ibu mana? Buya mana? Kenapa kalian membawaku ke sini?" Ucapku dengan perasaan bingung dan ketakutan.
Aku menangis dan meronta-ronta setelah orang berbaju putih dengan logo (+) merah tadi yang Aku anggap men ceritakan cerpen fiksi miliknya yang mungkin bisa diberi judul "Laut mengamuk".
"Kenapa kepalaku di perban? Aku mau pulang membantu ibu dan buya. Buya pasti sedang kesulitan untuk menepikan sampannya. Aku mau pulang..." ucapku sambi menangis.
Aku tak percaya dengan cerita wanita yang menutup mulutnya dengan masker tadi. Seketika Aku melihat di sekelilingku. Aku tak asing tempat itu, namun aku asing dengan kondisi dan suasananya.
"Kenapa banyak papan dan genting di sekeliling sini? Itu kenapa rumah minan banyak balok nya? Kenapa banyak rumah digusur?" Ucapku sambil menunjuk rumah bibiku dan rumah tetanggaku.
"Sabar nak, ibu dan buyamu sedang dalam tahap pencarian. Tsunami semalam membuat mereka terbawa ombak entah kemana. Sementara adik istirahat disini ya." Ucap wanita itu.
Aku hanya bisa menangis. Aku tak menangisi lukaku atau ikut-ikut dengan warga disini, tapi aku rindu ibu dan buya.
***
Sudah 2 hari berlalu sejak kejadian itu, aku belum juga berjumpa ibu dan buya.
Tuhan, pernahkah Engkau merindukan seseorang?
Pernahkah Engkau tidur kehujanan di atas terpal?
Aku belum tahu dimana keadilan-Mu kepadaku?
Maaf Tuhan jika aku terlalu kasar berkata seperti tak punya iman. Namun, berlakukah dosa itu kepadaku? Lelaki berumur 9 tahun yang Engkau beri takdir untuk tetap hidup setelah kejadian itu. Namun, aku hari ini begitu rindu dengan ibu dan buya. Aku sudah tak mau lagi tidur di terpal yang tanpa atap itu, aku rindu rumah dan kain selimut ibuku. Dulu saat hujan aku sangat suka bermain, tapi aku tak suka dengan hujan yang selalu membasahiku 2 hari lalu saat aku tidur di penampungan tanpa atap itu. Aku pun tak pernah diajari buya untuk hidup dibawah kasihani orang lain dan sejak kejadian itu aku selalu makan dan minum dari belas kasiha relawan di sini.
Tuhan, aku hanya ingin bertemu dengan ibu dan buya, meski hanya tubuh yang tak bernyawa lagi. Aku hanya ingin mencium kening mereka untuk yang terakhir kalinya sebelum mereka tidur. Akupun hanya ingin mencium tangan kanan mereka sebelum mereka pergi.
Tuhan, Aku titip Ibu dan buya ya.. jagain mereka ya.. sampaikan maafku karena malam itu Aku belum sempat mengucapkan selamat malam kepada mereka.. ucapkan juga kalau Aku sayang mereka.
--selesai--
_________
Tentang Penulis:
Yogi Wahyudi adalah Mahasiswa tingkat akhir di IAIN Metro dan aktif tipis (aktipis) di Organisasi HMI Cabang Metro.
Tentang Penulis:
Yogi Wahyudi adalah Mahasiswa tingkat akhir di IAIN Metro dan aktif tipis (aktipis) di Organisasi HMI Cabang Metro.