Cerpen Yogi Wahyudi; Kau Alasan


Karya: Yogi Wahyudi

Kubuka pintu itu dengan rasa cemas rindu. Percayakah kau dengan apa yang kulihat?

Tiap sudut ruangan dipenuhi oleh sarang laba-laba. Tembok kusam oleh kotoran kelelawar. Lantai dipenuhi kotoran tikus dan beberapa kecoa pun sedang berlarian ditempat ini. Semua itu ada di satu ruangan dengan empat ventilasi sebesar bungkus rokok yang ada di bagian kiri ruangan.

Jorok sekali! Sungguh pengap dan bau.

Sungguh kutak sanggup lagi di sini dan bahkan kujamin tak akan ada manusia yang ingin di ruangan ini sedetikpun jika tanpa alasan.

Langkahku memasuki ruangan terhenti pada hitungan ke-tiga. Di sudut kanan terlihat sesosok wanita dengan senyuman dan tatapan mata yang kosong. Senyum yang selalu hadir di setiap malamku dan mata yang selalu ada untuk memperhatikanku. Semua hal itu sempat hadir di hari-hariku dulu.

Air mataku mengajak sungai, akhirnya.

“Kkk au sii apa?” tanya wanita itu tertatih.

Hah, akhirnya aku mendengar suara yang dulu pernah mendongeng untukku. Tapi kenapa ia bertanya siapa aku?

"Apa kau tak ingat siapa aku? Apa kau benar-benar lupa!" Jeritku membuat senyum dan tatapnya jadi ketakutan.

“Pergi kau! Jangan dekat! Kau akan kubunuh kalau berani melukai anakku!” Jerit ketakutannya sambil memeluk boneka yang Ia anggap anaknya.

“Anakmu itu sudah tiada! Dia sudah dijaga para malaikat dan sudah tenang. Kenapa Kau mengkhawatirkan anakmu itu lagi?"

“Hahaha.. Sepertinya dia tidak sadar ya kalau kau masih di pelukan ibu, ya sayang...,” ucapnya kepada boneka yang dipeluk.

“Ibu, sudah, ibu! Aku tak tega melihat Ibu begini, di ruangan ini menyendiri  dan selalu menganggap Kak Rani dipelukan ibu. Ini tahun ke-20 kakak pergi, bu. Ibu selalu saja menganggap hanya memiliki 1 orang anak! Hanya Kak Rani yang Ibu pikirkan! Lalu untuk apa dulu Ibu melahirkanku? Harus berapa lama lagi Aku menunggu untuk mendapatkan pelukan seorang Ibu? Aku bahkan hampir lupa kapan terakhir kali Ibu memelukku?"

***

“Hey, Ca, kenapa tadi gak masuk kuliah Pak Afdhal?”

“Eh, Ika. Iya, biasalah.... Ngomong-ngomong mau kemana?”

“Oh, ibumu ya? Ini mau ke kantin, ikut yuk?” ajak Ika.

“Iya, Ka. Boleh deh. Ayo.”

Menuju kantin, entah apa yang membuat Ika menanyakan tentang ibu.

“Oca, kalau aku boleh tau sudah berapa lama Ibumu itu gila? Eh, maksudku sejak kapan begitu? Maaf bukan, maksudku....”

Kuhentikan langkah, dan buru-buru menjawab sebelum Ika semakin menghina bidadariku.

“Dengar ya! Ibuku tidak gila! Kalau bicara jangan sembarangan!"

“Maaf, Ca, sumpah gak ada maksud buat....” ucapan sesal keluar dari mulutnya.

“Dia adalah bidadariku! Ibu hanya belum bisa menerima kepergian kak Rani 20 tahun silam. Jujur saja aku rindu pada pelukannya dan sangat benci dengan dia.

Iya, Dia! Lelaki jahannam yang telah membunuh Kak Rani dan pergi begitu saja meninggalkan semuanya bersama botol minuman Haram itu! Ibu, aku, dan jasad Kak Rani yang telah puas ia setubuhi! Lelaki biadab! Dia bukan ayah bagiku, tapi dia adalah iblis yang tak berakal, tak berbudi pekerti. Aku tak pernah sudi dianggap darah dagingnya. Hanya binatang yang mampu melakukan itu, haram bagiku untuk melihatnya lagi! Kutukan yang sangat perih bagiku bila melihatnya!"

***

Keheningan malam ini menggambarkan kehampaan dalam hati yang penuh harapan. Lalu logika pun singgah dan berkata kapankah rindu ini akan berlayar? Kepada siapa rindu ini berlabuh?

Ibu..., aku mencintaimu laksana hujan yang turun memeluk bumi dengan ketulusannya, walaupun pada akhirnya engkau tetap memilih pelangi. Ya, kau selalu menganggap Pelangi (Kak Rani) adalah satu-satunya anakmu. Kau kira aku tak merindukan pelangi itu, Bu? Aku pun merindukannya, namun di sisi lain aku memiliki dosa kepada Kak Rani karena selalu merasa iri.

Iri akan kasih sayang darimu yang hanya ada untuk Kakak. Aku sangat menyayangimu, Bu, bahkan melebihi apapun. Begitupun rindu ini, tapi aku juga membenci Ibu! Lagi-lagi aku harus bertanya-tanya kenapa hanya ada Kak Rani di pikiranmu, Bu? Aku pun merindukan pelukan dan kasih sayangmu 20 tahun yang hilang selama ini, Bu!

Hilangkan semua isi kepala kalian tentangku! Kalian tidak bisa menuduh bahwa aku adalah anak yang durhaka kepada orang tua karena telah membencinya! Kalian tidak tau rasanya menjadi aku!

Aaaah!Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana keadaanku. Aku mencintai Ibu juga kakak, dan merindukan keduanya. Tapi aku sangat benci mereka! Mereka bertiga! Satu  hal yang tidak bisa kalian samakan, benciku kepada Ibu dan kak Rani tidak sama dengan benciku pada lelaki jahannam itu!

Ibu, aku rindu 20 tahun lalu saat engkau memanjakanku, mengantarku sekolah, mengajariku belajar setiap malam. Bu... maaf jika, aku terlalu gengsi mengatakan Selamat Hari Ibu. Ibu yang menjadi alasanku untuk tetap semangat menjalani hidup.

--selesai--

________
Tentang Penulis:
Yogi Wahyudi merupakan mahasiswa IAIN Metro. Yogi juga aktif di organisasi HMI khususnya di LAPMI - HMI Cabang Metro, yang mana ia merupakan Sekretaris.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama