Denganmu Aku Mengerti
Karya: Fajar Amanah
Dari terangnya rembulan sampai gelapnya malam, meniti likuan panjang yang terkadang tersengal-sengal. Rangkaian perisiwa yang selalu saja menepi, menyentuh sanubari hati. Akupun terkejut saat jam sudah menunjukan pukul 17.05 WIB. Memang tidak disangka waktu berputar sangat cepat sekali. Dan aku pun langsung bergegas ke mushola kampus untuk melaksanakan sholat Ashar.
Ketika pulang. Entah apa yang membuatku ingin cepat sampai di rumah, setelah kupikir-pikir ternyata nanti malam di pondok ada tugas untuk presentasi. Haduh, gimana ini? Belum belajar lagi buat presentasi nanti.
Sambil menunggu Romo Yai¹ akupun menghafal nadzhoman alfiah² untuk setoran malam ini. Selain peresentasi, di pondok dituntut untuk menghafalkan nadzhoman, atau disebut juga dengan majmuk.
Romo Yai sampon rawuh. bukan salah cetak, memang kalau di pondok itu menyebut kiyainya sudah datang sampun rawuh, itu sudah ketentuan di pondok pesantren. Karena di pondok tutur kata harus dijaga dengan baik di hadapan kiyai, ibu yai, ustadz, ustadzah, bahkan masyarakat sekitar, tidak hanya itu, tingkah laku juga harus di jaga.
Sebenarnya pada malam ini aku sangat kesal karena tingkah salah satu Kang Santri³ yang kurang waras itu. Dia selalu mencari perhatian kepada santri putri. Dan dia selalu saja menengok kebelakang untuk memandang satu persatu di antara kami. Padahal teman-temannya sudah menasehatinya tapi tetap saja dia selalu dan selalu begitu. Entahlah, harus bagaimana lagi, memang dia kurang waras, ya jadi harus memakluminya.
Romo Yai langsung duduk dan membuka kitab.
“Assalamu’alaikum wr.wb….”
“Waalaikum sallam wr.wb," jawab para santri.
“al Fatihah,” Romo Yai menuntun pembacaan surat.
Semua santri pun langsung membaca surat al-Fatihah, dan Romo Yai membacakankitabnya. Kalau bahasa santri itu membalah kitab. Di sela-sela Romo Yai membacakan kitabnya, beliau juga menyampaikan kandungan makna dari bab yang dikaji pada malam itu, dan berpesan kepada santri-santrinya.
“Ngaji kui ki suwi mangsane rek, ojo gor 1 tahun, 2 tahun, neng pondok. Nek ngaji gor sokor ngaji, ra bakal oleh opo-opo. Ojo puas leng mbok oleh saiki, kui durong eneng opo-opone. Di tekuni tenan leng ngaji kambek sekolah, sekolah ki yo penteng, ngaji pun yo tansoyo luweh penteng. Dadi ojo mbok remehne, rasah mikerne sesok rek dadi opo, penteng saiki goleko ngilmu," tegas Romo Yai kepada santri.
Dan kami pun hanya terdiam mendengarkan nasehat itu. Entah kenapa pada malam ahad aku sangat merasa bersalah karena sudah meremehkan mengaji. Dan pada saat itu nasehat beliau sangat-sangatlah memotivasi diriku agar tetap selalu istikomah dalam menuntut ilmu di pesantren.
Selesai membalah, Romo Yai langsung menutup pertemuan pada malam itu.
***
“Assalamuallaikum wr.wb," ucap Romo yai.
“Waalaikum sallam wr.wb." Kami pun serentak mejawab salam.
Kemudian salah satu santri putra mengumandangkan azan, dan sebagian santri yang lain mengambil mengambil air wudlu.
Seusai sholat berjamaah kami pun langsung masuk ke kelas masing-masing. Dan pada malam itu kelas ku adalah pelajaran Nahwu⁴.
Akupun langsung menyiapkan segala sesuatu sebelum presentasi dimulai. Hingga presentasi berjalan dengan lancar, walau pada saat itu belajarnya dadakan. Dan aku kembali duduk di bangku.
Ustadz langsung masuk ke dalam kelas, duduk, dan memulai pelajaran, lalu membalah kitab dan kami menulisnya.
Selesai itu ustadz bertanya kepada kami, mengenai pelajaran yang sudah saya sampaikan.
“Sudah kah paham dengan materi yang di sampaikan tadi?" tanya ustadz kepada kami.
“Sudah ustadz," kami pun serempak menjawabnya.
“Ya sudah, coba saya mau tau satu persatu.”
Semua santri pun berhasil menjawab, walaupun belum seratus persen benar. Karna itu kelemahan kami saat belajar Nahwu. Pelajaran ini menurutku sangatlah sulit sekali, sehingga harus membutuhkan otak yang cemerlang.
“Ayok sekarang setoran nadhoman," ujar ustadz memecahkan lamunan.
Kami malah bertengkar, siapa yang akan maju duluan. Karena salah satu diantara kami bulum ada yang siap untuk maju hafalan.
Dari pada rebutan, lebih baik aku maju duluan, ucapku dalam hati.
Walaupun tidak lancar tapi aku berhasil menghafal empat kalimat, biasanya si bisa 16 bahkan sampai 22 kalimat. Entah kenapa pada saat itu hafalanku terbengkalaikan dengan urusan yang lain.
Setelah aku, lalu giliran yang lainnya. Tetapi di tunggu-tunggu sampai lama tidak ada yang maju sama sekali. Akhirnya Ustadz pun marah.
“Kalau minggu bsok tidak ada yang maju hafalan, akan kujebur-jeburkan kalian ke kolam."
Ustadz langsung mengakhiri pertemuan waktu itu, dan kami membaca doa terlebih dahulu sebelum pulang.
Kami merasa bersalah sekali atas kejadian itu, sungguh sangat mengecewakan. Karena telah mengesampingkan Nadhoman kami, yang seharusnya diutamakan.
Aku pun langsung pulang kerumah, sesampainya di rumah ternyata sudah menunjukan pukul 22.05 WIB. Kemudian langsung meletakan kitab ku dan mengambil air wudlu, dan mengerjakan tugas kuliah. Sebernarnya sudah lelah sekali, tapi bagaimana lagi, itu sudah menjadi kewajiban ku untuk menyelesaikan semuanya.
--selesai--
_______
¹ Romo Yai merupakan panggilan untuk Kyai di pondok pesantren.
² Nadzhoman merupakan puji-pujian yang dinyanyikan.
³ Kang Santri merupakan panggilan untuk santri laki-laki yang merupakan kakak tingkat.
⁴ Nahwu merupakan ilmu tata bahasa Arab.
¹ Romo Yai merupakan panggilan untuk Kyai di pondok pesantren.
² Nadzhoman merupakan puji-pujian yang dinyanyikan.
³ Kang Santri merupakan panggilan untuk santri laki-laki yang merupakan kakak tingkat.
⁴ Nahwu merupakan ilmu tata bahasa Arab.
_______
Tentang Penulis:
Fajar Amanah merupakan mahasiswa Fakultas Sastra Indonesia STKIP PGRI Kota Metro. Ia merupakan santri yang juga aktif sebagai kader HMI Komisariat F-KIP.
Fajar Amanah merupakan mahasiswa Fakultas Sastra Indonesia STKIP PGRI Kota Metro. Ia merupakan santri yang juga aktif sebagai kader HMI Komisariat F-KIP.
Tags:
Cerpen