Cerbung #1. Sang Pendahulu di Tanah Sai Wawai
Karya: Herli Anggara
Karya: Herli Anggara
Segala peristiwa yang terjadi di alam semesta ini adalah sketsa. Tersebar di sana-sini dalam rentang waktu dan ruang. Namun, perlahan-lahan ia akan bersatu dan membentuk sebuah lukisan indah yang akan dikenal sebagai sejarah. Sketsa itu akan membangun siapa dirimu dewasa nanti. Apapun yang akan kau kerjakan hari ini, sejarah akan mengenalmu sebagai siapa, sejarah tidak akan mampu berbohong. Meminjam istilah Seno Gumira Ajidarma, menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia. Ketika jurnalisme bungkam maka sastra harus bicara. Berbicara tentang kisah itu, momen krusial di tahun 1967.
Matahari sore kuning tua berkilat di mata Syaironi Asir. BA. Saat sinar terang tapi lembut menghalau sisa-sisa siang yang keras. Sinarnya perlahan-lahan hinggap disudut barat. Sinar itu menerobos dinding papan yang sempit lurus memanjang lalu terpantul ke dalam kelas.
Di dalam ruang kelas, mereka duduk rapat-rapat merubungnya. Mereka Mahasiswa PGA Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Pattah Cabang Tanjung Karang. Gedung itu bernama SRI (Sekolah Rakyat Islam) di dekat Lapangan Samber. Jika pagi gedung ini di pakai anak-anak SRI setingkat Madrasah ibditaiyah, jika sore di pakai untuk mengajar Mahasiswa PGA Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Pattah.
Di dalam kelas mereka begitu setia menerima transfer ilmu, cermat dan serius. Sesekali Syaironi Asir BA. Menyelipkan kalimat-kalimat aktivis, ilmuan, sebagai pengantar kuliah yang memesona. Syaironi Asir BA adalah seorang dosen alumni IKIP Malang dan juga sebagi kader Himpunan Mahasiswa Islam cabang malang.
Saat itu sistem Pemerintahan Bangsa Indonesia masih di sebut oleh para petinggi di Jakarta sebagai demokrasi terpimpin. Tidak heran daerah-dareah di sumatera di serbu manusia-manusia kiriman dari Palembang. Mereka rata-rata bergelar BA. Mereka mengabdi sebagai camat, petugas kependudukan, sampai ketua KUA. Termasuk juga Syaironi Asir BA. Tapi itu tak lama karena beberapa tahun berikutnya mahasiswa mengobrak-abrik kejahiliahan penyelenggara negara dengan masuknya era baru yang kini di sebut sebagai reformasi.
Suatu ketika saat mengakhiri perkuliahan, Syaironi Asir BA menggunakan sebuah kalimat asing yang jarang ia ucapkan. Sebuah kalimat yang akan menimbulkan pertanyaan di dalam hati Latief semaoen, Panggih Sunarto, Ahmad suhudi, Santo dan kawan-kawan.
Kalimat itu berbunyi yakin usaha sampai. Kelak kalimat itu bak batu safir yang terhujam ke hati, kelembutan darinya membuat mereka seperti dilena, di belai ujung-ujung perdu kapas yang bergelombang, semangat mereka seperti terbakar oleh sinar matahari pagi.
Seperti sihir, kalimat aktivis sang hijau hitam itu terus mendera pikiran, hasilnya adalah gagasan, ide-ide liar, kemudian kelak terealisasi sebagai cabang yang terus melakukan perkaderan dan melahirkan banyak kader bertahun-tahun sesudahnya.
Bersambung.
_______
Tentang Penulis:
Herli Anggara merupakan pemilik nama pena Initial Pembual Manja ini telah melahirkan beberapa karya yang tersebar di berbagai media online. Selain itu ia juga telah melahirkan sebuah novel Ada Cinta Di Ujung Toga (Sai Wawai Publishing, 2016) dan novel keduanya masih dalam proses terbitan.
Tentang Penulis:
Herli Anggara merupakan pemilik nama pena Initial Pembual Manja ini telah melahirkan beberapa karya yang tersebar di berbagai media online. Selain itu ia juga telah melahirkan sebuah novel Ada Cinta Di Ujung Toga (Sai Wawai Publishing, 2016) dan novel keduanya masih dalam proses terbitan.